RIWAYAT HIDUP PANGERAN SIDDHARTA

Pada zaman dahulu lebih dari 2.500 tahun yang lampau di India bagian utara terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kapilawastu dipimpin oleh seorang Raja bernama Suddhodana dan Ratunya bernama Mahamaya. Raja Suddhodana bersala dari suku Sakya sedangkan Ratu Mahamaya berasal dari suku Koliya. Sakya beribukota Kapilawastu. Meskipun Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya sudah lama menikah namun anak yang mereka dambakan belum juga diperolehnya. Pada suatu malam ketika Ratu sedang tidur ia bermimpi yang sangat aneh sekali yaitu seekor gajah berwarna putih, bertaring tiga dan di ujungnya terdapat bunga teratai yang bercahaya terang. Seekor gajah tersebut mengelilingi tempat tidur Ratu tiga kali putaran untuk kemudian memasuki perut Ratu dari sebelah kanan. Setelah hal tersebut diberitahukan kepada Raja, lalu Raja memanggil para Brahmana untuk menanyakan arti mimpi tersebut. Para Brahmana menjelaskan bahwa Ratu akan mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang CAKKAVATTI (Raja dari semua Raja) atau menjadi seorang Buddha. Ketika usia kandungan Ratu menginjak sepuluh bulan, Ratu minta ijin kepada Raja untuk melahirkan anaknya dirumah ibunya di kerajaan DEWADAHA. Pada waktu itulah Ratu merasa perutnya sakit sebagai pertanda akan melahirkan. Ratu berpegangan pada dahan pohon Sala dan dalam sikap itulah Ratu melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat purnama di bulan Waisak tahun 623 SM di Taman Lumbini tepatnya dihutan Uruvela. Empat DewaMaha Brahma menerima sang bayi dengan jala terbuat dari emas dan kemudian dari langit turun air dingin dan panas untuk memandikan sang bayi sehingga menjadi segar. Sang bayi sendiri sudah bersih karena tiada darah atau noda lain yang melekat pada tubuhnya. Bayi itu kemudian berdiri tegak dan berjalan tujuh langkah diatas tujuh kuntum bunga teratai kearah utara. Setelah berjalan tujuh langkah bayi itu dengan sikap tangan kanan menunjuk atas dan tangan kiri menunjuk bawah mengucapkan kata-kata sbb: Akulah Pemimpin dunia ini, Akulah tertua di dunia ini, Akulah teragung didunia ini, Inilah kelahiranku yang terakhir, Tak akan ada lagi kelahiran bagiku”. Seorang pertapa sakti bernama ASITA (yang juga disebut KALADEWALA) sewaktu bermeditasi di pegunungan Himalaya diberitahu oleh paara Dewa dari alam surga Tavatimsa bahwa seorang bayi telah lahir yang kelak akan menjadi Buddha. Pada hari itu juga pertapa Asita berkunjung ke Istana Raja Suddhodana untuk melihat bayi tersebut. Setelah melihat sang bayi dan memperhatikan 32 tanda dari seorang MAHAPURISA(orang besar) pertapa Asita memberi hormat kepada sang bayi yang diikuti oleh Raja Suddhodana. Setelah memberi hormat pertapa Asita tersenyum gembira dan kemudian bersedih(menangis). Waktu ditanya tentang sikapnya, Beliau menjawab: Saya tersenyum karena gembira bertemu dengan seorang calon Buddha lalu saya bersedih karena usiaku sudah tua dan tidak akan dapat belajar dhamma ajarannya. Selanjutnya pertapa Asita mengatakan bahwa Pangeran kecil itu kelak tidak boleh melihat empat peristiwa, yaitu orang tua, orang sakit, orang meninggal dan seorang pertapa suci. Apabila Pangeran sampai melihat hal tersebut, maka Ia segera akan meninggalkan istana dan bertapa untuk menjadi Buddha. Pada hari yang sama lahir (muncul) dalam dunia ini, al: 1. Putri Yasodhara (kelak akan menjadi istri Pangeran Siddharta) 2. Ananda (kelak akan menjadi pembantu tetap Sang Buddha selama 25 tahun) 3. Kantaka (kelak menjadi binatang tunggangan pangeran Siddharta) 4. Channa (kelak akan menjadi kusir Pangeran Siddharta) 5. Kaludayi (kelak akan mengundang Sang Buddha untuk berkunjung ke Kapilawastu). 6. Seekor gajah istana 7. Pohon Bodhi (dibawah pohon inilah Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna). 8. Nidhikumbi (kendi tempat harta pusaka). UPACARA PEMBERIAN NAMA Pada hari kelima kelahiran Pangeran, Raja mengundang 108 Brahmana untuk menghadiri upacara pemberian nama anaknya. Tujuh (7) Brahmana meramal bahwa kelak sang Pangeran kelak bila sudah besar akan menjadi Raja Di Raja (Raja Dunia) atau menjadi Buddha. Namun satu orang Brahmana yang bernama Kondanna dengan pasti meramal bahwa Pangeran kelak akan menjadi seorang Buddha. Setelah perdebatan tersebut selesai, 108 Brahmana sepakat memberi nama sang bayi dengan nama SIDDHARTA yang berarti tercapailah segala cita-citanya. Nama keluarga dari Pangeran adalah GOTAMA. Lalu sang Pangeran selanjutnya terkenal dengan nama Siddharta Gotama. Tujuh hari setelah Pangeran siddharta dilahirkan, Ratu Mahamaya meninggal dunia dan terlahir kembali di Surga Tusita. Raja Suddhodana menyerahkan perawatan sang bayi kepada bibinya yaitu Pajapati Gotami (adik Ratu Mahamaya) yang juga dinikahinya. Dari pernikahan ini lahir seorang putra bernama NANDA dan seorang putrid bernama Rupananda. PERAYAAN MEMBAJAK SAWAH Satu peristiwa menakjubkan terjadi pada masa kanak-kanak Pangeran Siddharta. Untuk memajukan pertanian, Raja menyelenggarakan upacara membajak sawah. Hal ini disambut gembira oleh seluruh rakyat karena semua akan bercampur baur ditengah sawah tidak perduli golongan kaya atau miskin. Raja Suddhodana tidak ketinggalan untuk mengikuti acara tersebut dengan menggunakan bajak yang terbuat dari emas Raja turun ke sawah. Pangeran Siddharta ditinggal bersama pengasuhnya didalam kereta, namun para pengasuh meninggalkan Pangeran seorang diri . Berlawanan dengan keriangan perayaan, keadaan dibawah pohon jambu sangat tenang dan sunyi. Setelah melihat keadaan, Pangeran meninggalkan kereta dan menuju pohonjambu untuk melakukanameditasi. Dengan posisi duduk bersila, menggunakan obyek anapanassati Pangeran berhasil mencapai jhana I (keadaan tenang yang luar biasa). Dalam keadaantersebut Pangeran Siddharta mampu meringankan tubuhnya ke udara. Para pengasuhnya kaget melihat keadaan yang lain yaitu Pangeran duduk tenang di bawah pohon jambu yang senantiasa memayungi tubuh Pangeran dari sengatan matahari. Mendengar bahwa anknya bermeditasi Raja langsung keluar dari arena perayaan dan menemui anaknya yang sedang bermeditasi. Setelah melihat keadaan anknya yang tenang sambil memberi salam beliau berkata : “ anakku, inilah penghormatanku yang kedua”. MASA PENDIDIKAN PANGERAN SIDDHARTA Sekalipun Pangeran Siddharta hidup dalam lingkungan Kerajaan, namun Raja Suddhodana tetap memberikan pendidikan yang sesuai dengan anaknya. Guru yang ditunjuk untuk mengajari pangeran Siddharta adalah WISWAMITTA. Dari gurunya ini Pangeran mendapat pelajaran Ilmu fisik dan ilmu batin. Ilmu fisik yang diajarkan berupa memanah, menjinakkan kuda liar, menunggang kudang, bermain pedang. Sedangkan Ilmu batin yang diajarkan adalan meditasi. Namun saying dalam waktu singkat Pangeran telah menguasai teknik yang diberikan. Sang Guru berulang kali mohon untuk mengundurkan diri karena merasa ilmu yang dimiliki lebih rendah dari pada muridnya. Sekalipun demiklian Pangeran Siddharta tidak menjadi anak yang sombong dan besar kepala. Ia selalu santun dan rendah hati terhadap siapa saja. KEHIDUPAN PERNIKAHAN Ketika berusia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan saudara sepupunya yang cantik jelita bernama Yasodhara. Hampir 13 tahun dari pernikahan yang bahagia, penuh kemewahan, tanpa mengetahui perubahan yang ada diluar istana. Pangeran dibuatkan 3 buah istana yang sangat megah yaitu: 1. Istana musim hujan(Subba) dengan kolam renang dan bunga tertai berwarna Biru(Uppala), 2. Istana musim panas(Suramma) dengan kolam renang dan bunga teratai berwarna Putih (Pundarika) 3. Istana musim dingin(Ramma) dengan kolam renang dan teratai warna merah(Paduma). Dengan berjalannya waktu, akhirnya dengan perlahan-lahan kebenaran menjadi nyata baginya. Sifatnya yang penuh kasih sayang ia merasa bosan tinggal dalam istana terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Ia memohon ijin kepada ayahnya untuk berjalan-jalan diluar istana. Menyadari hal ini akan membahayakan bagi pangeran maka raja menyuruh seluruh rakyat menghias jalanan yang akan dilewati Pangeran. Waktu telah tiba, jalanan sudah sangat ramai dan meriah, semua rakyat keluar rumah dan berdiri disepanjang jalan yang akan dilewati Sang Pangeran yang tampan. Namun tanpa terduga dalam kemeriahan tersebut Pangeran melihat suatu pemandangan yang sangat lain yaitu Orang tua yang bongkok berjalan dengan tongkat. Pangeran kaget dan menanyakan keadaan tersebut kepada kusirnya yaitu Channa. Siapa dan apa yang dia lakukan Channa ? Dia adalah orang tua. Perjalanan dilanjutkan, Pangeran melihat peristiwa yang kedua yaitu Orang sakit kusta. Pangeran kembali bertanya dan memikirkan kenapa hal tersebut bisa terjadi? Tak lama setelah itu Pangeran kembali melihat peristiwa yang ketiga yaitu orang meninggal yang ditandu untuk dibawa ketempat pengkremasian. Pangeran kaget dan bahkan semakin bingung, kembali lagi bertanya ada apa Channa ? kenapa banyak sekali orang ? Channa menjawab itu adalah orang meninggal. Dalam kegalauan hatinya Pangeran ingin kembali keistana, namun lagi-lagi Pangeran menyaksikan peristiwa yang keempat yaitu seorang pertapa suci yang sangat tenang dan agung. Melihat peristiwa yang terakhir hati Pangeran menjadi tenang dan bulatlah tekadnya untuk mengikuti jejak pertapa tersebut. Dalam perjalanan pulang keistana Pangeran disusul oleh pengawal kerajaan yang mengabarkan bahwa anaknya telah lahir. Pangeran Siddharta kaget dan mukanya pucat, lalu mengangkat kepalanya keatas menatap langit yang sangat tinggi sambil berkata “ RAHULAJATO BANDANANG JATANG” artinya “satu ikatan telah lahir, satu belenggu telah lahir”. Setelah berkata-kata tersebut Pangeran melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan seorang perempuan bernama KISA GOTAMI yang mengucapkan syair sebagai berikut : “ Nibbuta Nuna Sa mata, Nibbuta nuna so pita, Nibbuta nuna sa nari, yassa yang idiso pati” artinya “Tenanglah ibunya, Tenanglah ayahnya, Tenanglah istrinya, Yang mempunyai seperti anda”. Pangeran terkejut dan tergetar hatinya mendengar kata Nibbuta yang berarti tenang atau padamnya semua nafsu. Karena kagumnya terhadap syair yang diucapkan oleh perempuan tersebut Pangeran Siddharta menghadiahkan sebuah kalung emas yang sedang dipakainya. PELEPASAN AGUNG Setelah melihat empat peristiwa, dan anaknya telah lahir, pada malam harinya ketika seisi rumah sedang tertidur pulas Pangeran Siddharta mengajak Channa dan kudanya kantaka meninggalkan istana menuju tepi sungai ANOMA. Ditepi sungai ini Pangeran Siddharta memotong rambutnya, melepas semua perhiasan yang ada pada tubuhnya dan diberikan kepada Channa untuk dibawa pulang ke istana diberikan kepada ayahnya. Pangeran mengganti baju dengan jubah pemberian seorang Dewa Brahma dengan nama Brahmana Ghatikara. Setelah selesai memakai jubah Pangeran menyurus Channa dan kantaka pulang ke Istana dengan berpesan agar ayah dan istrinya tidak usah bersedih karena nanti akan kembali lagi. Setelah itu Pangeran Siddharta menyeberangi sungai Anima dengan 2 langkah kaki saja. Setelah menyeberang sungai tujuan Pangeran Siddharta adalah Hutan Uruvela untuk bertemu dengan pertapa yang sakti yaitu Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta. Namun sebelum ke hutan Uruvela terlebih dahulu Pangeran tinggal di kebun Mangga milik Raja Bimbisara. Mendengar bahwa di kebun mangga miliknya tinggal seorang pertapa yang sangat tampan, Raja mengundangnya ke istana. Sesampainya di Istana Raja Bimbisara, beliau sangat terkesan sekali lalu Raja menawarkan setengah dari hartanya sebagai hadiah apabila Pangeran Siddharta mau membatalkan niatnya. Dengan sangat halu Pangeran menolak dan mengatakan nanti bila waktunya tiba akan kembali menemuinya. Raja bertanya kepada Panageran apa tujuannya bertapa, lalu di jawab untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan. Setelah mendengar jawaban seperti itu Raja membiarkan untuk pergi dan mengingatkan nanti jangan lupa untuk kembali. Keesokan paginya pangeran Siddharta melanjutkan perjalanan menuju hutan uruvela tempat bertapa Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta. Yang pertama kali ditemui adalah Alara Kalama. Setelah pangeran mohon ijin untuk tinggal dan belajar darinya Alara kalama langsung setuju. Pelajaran yang diberikan adalah Meditasi, Hukum Karma dan Kelahiran Kembali(Punabhava). Dalam waktu singkat Pangeran telah menguasainya dan ia mengajukan pertanyaan kepada gurunya bagaimana cara membebaskan semua makhluk dari usia tua, sakit dan kematian. Mendapat jawaban dari gurunya Pangeran tidak puas, lalu mohon ijin untuk melanjutkan perjalanan kembali. Selanjutnya Pangeran siddharta menemui Uddaka Ramaputta, setelah meminta ijin untuk tinggal bersamanya lalu Pangeran mendapat pelajaran tentang Meditasi tingkat tinggi hingga mencapai Arahat. Mendengar kabar muridnya sangat cerdas Uddaka Ramaputta sangat senang sekali. Namun tak lama kemudian merara apa yang dicari belum mendapatkan jawaban yang pasti maka Pertapa Gotama mohon ijin untuk melanjutkan perjalanan. Walaupun telah dilarang oleh gurunya namun Pertapa Gotama tetap melanjutkan perjalanannya. Setelah sampai di hutan Gaya ia langsung bergabung dengan lima pertapa yang terlebih dahulu berdiam di hutan ini. Pertapa langsung mengambil tempat duduk dibawah pohon sala kembar menghadap kea rah timur beralaskan rumput pemberian seorang tukang rumput bernama SOTTHIYA. Ditempat ini Pertapa Gotama bertapa menyiksa diri dengan berbagai cara, namun tidak mendapatkan hasil. Pertapa Gotama mulai sadar dengan cara yang digunakan adalah salah, lalu ia mulai mandi, makan dan minum untuk mengembalikan kesehatannya. Namun usaha ini ditentang oleh kelima temannya dengan mengatakan ia adalah pertapa yang gagal, kemudian ia ditinggalkannya. Dengan bertapa seorang diri ia mengalami keadaan yang menjenuhkan dan membosankan bahkan sampai terlintas dalam pikirannya ia akan mengakhiri bertapa. Melihat kesempatan ini MARA (makhluk jahat) bersuka cita lalu dengan bala tentara yang sangat banyak sekali ia menghampiri Pertapa Gotama dengan mengutus seekor Gajah GIRIMEKKHALA dengan senjata CAKKAVUDa siap menghancurkan Pertapa Gotama. Melihat situasi seperti ini Para Dewa yang tadinya menemani lari meninggalkan Pertapa Gotama seorang diri. Berbekal dengan sepuluh paramita(kesempurnaan) yang telah dilatihnya Pertapa Gotama mampu mengalahkan mara tersebut. Senjata yang dilempar berubah menjadi payung yang siap memayungi Pertapa Gotama. Seorang penggembala domba bernama Sujata dan anaknya Nanda berjasa memulihkan kesehatan Pertapa Gotama dengan memberikan semangkuk susu segar dari dombanya. Pertapa Gotama sekarang mulainyaman dengan keadaannya, lalu ia merubah cara bertapa dan mengamati tubuhnya terus menerus hingga tercapai ketenangan luar biasa. Pertapa Gotama bermeditasi menggunakan obyek ANAPANASSATI (keluar dan masuknya pernafasan) hingga mencapai kesempurnaan dan menjadi Buddha. Pertapa Gotama menjadi Buddha pada bulan Purnama (mei) di bulan Waisak di hutan gaya tahun 588 SM ketika berusia 35 tahun.