SAKIT, PEMAKAMAN, PENGUBURAN DAN PERABUAN, UPACARA PERINGATAN

SAKIT
Seseorang yang sakit, selain menempuh pengobatan medis biasa, sebaiknya juga rnengundang para bhikkhu untuk melakukan suatu pemberkahan keagarnaan yang bertujuan mempercepat kesembuhan si pasien. Pemberkahan seperti itu dapat menanamkan pengaruh spiritual dan kejiwaan pada si pasien sehingga mempercepat penyembuhannya. Khususnya bila penyakit itu kebetulan berhubungan dengan sikap batin si sakit, suatu pelayanan spiritual oleh seorang bhikkhu akan sangat menolong. Dalam hal terdapat kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh pengaruh buruk dari luar atau "roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian Pemberkahan dapat menjadi obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai umat Buddha yang mengerti, kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau khayalan keliru bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita. Nasehat Sang Buddha:"Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu menjadi sakit juga", sungguhlah benar. Sesuai dengan nasehat ini, kita harus mempergunakan kecerdasan dan pikiran sehat kita untuk mencari pengobatan medis yang cocok untuk penyakit kita daripada menyerah pada tahyulan Meskipun demikian, kita harus senantiasa ingat bahwa sakit merupakan bagian dan bidang dari kehidupan kita sehari-hari didunia ini, dan kita harus menerimanya dengan tenang.

PEMBERKATAN DAN KEBERKAHAN

PEMBERKATAN RUMAH

Menempati suatu rumah baru atau pindah dari suatu rumah ke rumah lainnya sering diikuti dengan sesuatu bentuk peringatan atau upacara selamatan. Tidak ada keberatan untuk peringatan seperti itu, tetapi kembali -disini, terlepas dari segi sosial peringatan itu, adalah suatu tradisi Buddhis bagi keluarga yang bersangkutan untuk mengundang para bhikkhu untuk memberikan berkah demi kedamaian, kesejahteraan dan keselarasan rumah tangga itu.

PERAYAAN-PERAYAAN TRADISI DAN ADAT ISTIADAT

Dalam menyelenggarakan perayaan-perayaan sosial atau keluarga, umat Buddha dinasehati untuk tidak bertingkah laku sedemikian rupa hingga melanggar dasar-dasar agama Buddha, misalnya Panca Sila dan Delapan Jaian Utama. Tata susila Buddhis harus dipertahankan, Mereka tidak boleh membiarkan dirinya menjadi mabuk atau dipengaruhi oleh sesuatu bentuk kesenangan yang hina, namun mereka hendaknya mengadakan perayaan-perayaan tersebut dengan cara terhormat sepadan dengan kedudukan mereka sebagai umat Buddha yarig terpelajar. Dalam memperingati peristiwa-peristiwa kemasyarakatan, sebaiknya kita tidak melupakan segi-segi rohaniah peringatan tersebut. Suatu kunjungan ke vihara untuk menerima berkah Sang Tiratana sungguhlah tepat untuk setiap kesempatan.

PERATURAN SEHARI-HARI

Sebagai umat Buddha, sudah selayaknya jika kita memiliki sebuah altar Buddha atau gambar Sang Buddha didalam rumah kita, bukan sebagai barang pameran tetapi sebagai objek penghargaan dan penghormatan. Lukisan indah dari Sang Buddha, yang melambangkan Metta (cinta kasih), kesucian dan kesempurnaan, berguna sebagai sumber hiburan dan inspirasi untuk menolong kita mengatasi segala kesulitan, keresahan atau kesalah pahaman yang perlu kita hadapi dalam kegiatan kita sehari-hari di dunia yang penuh kesukaran ini. Penghidupan penuh dengan perangkap. Perangkap demikian dapat dihindari jika kita ingat untuk melaksanakan ajaran-ajaran mulia dari Guru Agung kita. Sambil menghormati Sang Buddha, adalah suatu tugas yang paling menguntungkan, bila kita dapat bermeditasi walaupun sebentar saja, dengan memusatkan pikiran kita pada sifat-sifat agung dan mulia dari Sang Buddha, sehingga kita dapat menyempurnakan diri kita melalui inspirasinya.

CARA HIDUP MENURUT AGAMA BUDDHA

Buddha Dhamma sebagai suatu agama atau sebagai suatu cara hidup yang benar dihargai oleh orang-orang berintelek tinggi di banyak bagian dunia ini. Alasan yang sederhana ialah bahwa Sang Buddha, pendiri agama ini, adalah guru yang telah mencapai penerangan sempurna dan berpandangan luas. Cara hidup menurut agama Buddha sangatlah sederhana; bebas dari kepercayaan membuta dan dogma-dogma. Sayang sekali banyak orang yang belum mengerti bagaimana menempuh cara hidup yang benar menurut agama Buddha.

ETIKA PERGAULAN BUDDHIS

Pada dasarnya manusia adalah makluk sosial, saling bergantung satu sama lain. Selama paling kurang sepuluh tahun pertama dalam kehidupan kita, kita sangat tergantung pada orang tua kita, dan pada usia tua mereka akan berbalik tergantung pada kita. Kita bergantung pada guru-guru dalam hal pendidikan, pula dalam menyiapkan masa depan kita, sebaliknya mereka mungkin menggantungkan nafkahnya dengan membagi ilmu dan pengalamannya pada kita. Kita memiliki kawan-kawan dan dimiliki oleh kawan-kawan. Kita menjual keahlian kita pada para majikan yang usahanya tergantung pada kita sebagai para pekerjanya. Sebagian besar manusia akan kawin dan dengan pasangannya, mereka akan saling kasih mengasihi secara emosional dan seksual.

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDONESIA

A. SRIWIJAYA 1. Kerajaan Sriwijaya sekarang diperkirakan terletak disekitar kota Palembang, Sumatra selatan 2. Kerajaan ini didirikan sekitar abad ke VII, para Raja di kerajaan ini umumnya menganut agama Buddha, hal ini dapat dilihat dari catatan bahwa di ibukota terdapat Perguruan Tinggi agama Buddha. 3. Di Perguruan tinggi ini banyak bhikkhu yang belajar agama dan ilmu pengetahuan lainnya. 4. Di Kerajaan ini tinggal seorang pujangga yang sangat terkenal yaitu Dharmapala dan sakyakirti yang sempat belajar di Perguruan tinggi ini. 5. Agama Buddha di Sriwijaya juga diberitakan oleh seorang pemuda dari daratan China bernama Itsing. 6. Itsing datang ke Sriwijaya pada tahun 671, setelah ia berziarah ke India. Itsing tinggal di sriwijaya selama 6 bulan sebelum ia kembali lagi ke India. 7. Untuk kedua kalinya Itsing datang kembali ke Sriwijaya pada tahun 688 dan menetap selama 7 tahun. 8. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Itsing para bhikkhu yang belajar berjumlah 1.000 orang.

TEKAD DAN SEMANGAT PANGERAN SIDDHARTA UNTUK MENJADI BUDDHA


Pangeran Siddharta adalah putra tunggal Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya Dewi. Ratu Mahamaya meninggal dunia ketika anaknya berusia  1 minggu atau  7 hari, lalu Pangeran Siddharta diasuh dan dibesarkan oleh bibinya yang bernama Pajapati Gotami. Sekalipun Pangeran Siddharta merupakan putra tunggal, ia tidak sombong dan tidak tinggi hati, Ia adalah anak  yang sangat baik dan selalu berendah hati kepada siapa saja. Pangeran Siddharta sejak kecil memiliki cinta kasih dan belas kasihan yang tinggi terhadap semua makhluk.  Contohnya : P. Siddharta menolong burung belibis yang dipanah oleh Dewadatta, setelah diobati burung tersebut dilepas kembali.

TEMPAT KEBAKTIAN AGAMA BUDDHA


            Kebaktian atau upacara keagamaan yang dilakukan oleh umat Buddha dengan corak ragam yang berbeda-beda bila diteliti memiliki makna yang sama. Sesuatu yang disebut upacara keagamaan atau kebaktian akan diterima oleh umat untuk dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan sekaligus menjadi kebutuhan hidup batinnya. Oleh karena itu akan menjadi salah satu kebiasaan hidupnya, yang sering dilakukan.  Dalam semua bentuk upacara agama Buddha, sebenarnya terkandung prinsip-prinsip :

RIWAYAT HIDUP PANGERAN SIDDHARTA

Pada zaman dahulu lebih dari 2.500 tahun yang lampau di India bagian utara terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kapilawastu dipimpin oleh seorang Raja bernama Suddhodana dan Ratunya bernama Mahamaya. Raja Suddhodana bersala dari suku Sakya sedangkan Ratu Mahamaya berasal dari suku Koliya. Sakya beribukota Kapilawastu. Meskipun Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya sudah lama menikah namun anak yang mereka dambakan belum juga diperolehnya. Pada suatu malam ketika Ratu sedang tidur ia bermimpi yang sangat aneh sekali yaitu seekor gajah berwarna putih, bertaring tiga dan di ujungnya terdapat bunga teratai yang bercahaya terang. Seekor gajah tersebut mengelilingi tempat tidur Ratu tiga kali putaran untuk kemudian memasuki perut Ratu dari sebelah kanan.

MASA PEMBABARAN DHAMMA SANG BUDDHA

1.        Setelah mencapai penerangan sempurna, untuk pertama kalinya Sang Buddha membabarkan dhamma kepada lima orang pertapa yaitu Kondanna, Mahanama, Bhadiya, Vappa, Assaji.

2.        Sang Buddha membabarkan dhamma atas permintaan Brahma Sahampati, karena mengetahui bahwa Sang Buddha ragu ada makhluk yang mampu atau tidak untuk mendengarkan dhammanya mengingat bahasa yang digunakan terlalu analitis.

LAMBANG-LAMBANG DALAM AGAMA BUDDHA

1.    Buddha Rupang, Bunga, Lilin, Air, Dupa
a.   Buddha Rupang.
      Simbol dari ketenangan batin seseorang. Buddha rupang bukan berhala yang harus disembah oleh umat Buddha, namun Buddha rupang adalah simbol dari ketenangan batin.
      Bunga.
      Simbol dari ketidak-kekalan. Bunga segar yang diletakkan di altar setelah berganti waktu dan hari akan menjadi layu. Begitu pula dengan badan jasmani kita, suatu waktu kelak pasti akan menjadi tua, sakit, lapuk akhirnya meninggal.