P. SIDDHARTA MENINGGALKAN ISTANA
1. Untuk menyambut kelahiran cucunya, Raja menyelenggarakan satu pesta yang sangat besar dan meriah. P. Siddharta kelihatan tidak senang dan murung,
2. P. Siddharta dengan berhati-hati mendekati Raja untuk memohon ijin untuk mencari obat terhadap usia tua, sakit dan meninggal.
3. Raja sangat marah luar biasa dan menyebabkan P. Siddharta mengajukan 8 macam anugerah. Lalu Raja megabulkan permohonan tersebut dengan mengatakan “ lebih baik aku turun tahta dari pada aku tidak mengabulkan permohonanmu “.
4. Delapan macam anugerah tersebut terdiri dari :
a. Anugerah supaya tidak menjadi tua
b. Anugerah supaya tidak sakit
c. Anugerah supaya tidak meninggal
d. Anugerah supaya Ayah tetap bersamaku
e. Anugerah supaya semua wanita yang ada di Istana bersama-sama dengan kerabat lain tetap hidup.
f. Anugerah supaya kerajaan ini tidak berubah dan tetap seperti sekarang
g. Anugerah supaya mereka yang pernah hadir pada pesta kelahiranku dapat memadamkan semua nafsu keinginan
h. Anugerah supaya aku dapat mengakhiri kelahiran, usia tua dan kematian.
5. Mendengar pernyataan diatas Raja Suddhodana menjadi kaget dan kecewa dan Raja menjawab semua hal tersebut diatas itu berada diluar kemampuannya.
6. Raja tetap tidak memberi ijin dan P. Siddharta masuk ke kamar istri dan anaknya dan memandangi anaknya dengan perasaan gembira dan haru karena tidak lama lagi Beliau akan meninggalkannya berhubung tekadnya yang sudah bulat untuk mencari obat agar tidak menjadi tua, sakit dan meninggal.
7. Pangeran memanggil Channa dan memerintahkan untuk menyiapkan kuda Kantaka, Pangeran kembali lagi ke kamar istri dan anaknya lalu pergi meninggalkan Istana.
8. Pada saat meninggalkan Istana Pangeran Siddharta berusia 29 tahun tepat pada bulan Asadha.
9. Perjalanan dilanjutkan melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya dan Malla dan kemudian dengan satu kali loncatan menyeberangi sungai Anoma.
10. Sampai ditepi sungai Anoma pangeran turun dari kuda, melepas pakaian dan perhiasannya dan diberikan kepada Channa, mencukur rambut dengan pedang dan melemparkannya ke udara (di sambut oleh Dewa Sakka dan membawanya ke surga Tusita untuk dipuja di Culamani Cetiya).
11. Rambut yang tersisa sepanjang dua Anguli (dua inci) sepanjang hidupnya dan tidak tumbuh-tumbuh lagi.
12. Selanjutnya Brahmana Ghatikara mempersembahkan kepada Pangeran keperluan seorang bhikkhu yang terdiri dari : Jubah Luar, Jubah Dalam, Kain Bawah, Ikat pinggang, mangkuk makanan (bowl), pisau cukur, jarum, saringan air.
13. Channa bersama kuda Kantaka kembali ke Istana, dan menyerahkan pakaian, perhiasan, pedang kepada Raja, menyampaikan salam perpisahan pangeran kepada Raja, Putri Yasodhara dan segenap keluarga. Dan Channa memberitahukan bahwa Pangeran sekarang berada di tepi sungai Anoma di negara Malla.
14. Sekalipun Raja cemas akan kepergian Pengeran, namun kepergiannya tersebut akan mendapatkan hasil yang dapat membantu semua makhluk terbebas dari penderitaan.
BERTAPA DI HUTAN URUVELA
1. Dari tepi Sungai Anoma Pangeran pergi Rajagaha tepatnya ke kebun mangga di Anupiya milik Raja Bimbisara. Setelah tujuh hari berdiam di Rajagaha, lalu pada suatu pagi pangeran berkeliling untuk mengumpulkan makanan (pindapata).
2. Dari Rajagaha pertapa Gautama meneruskan perjalanannya dan tiba ditempat pertapaan Alara Kalama. Ditempat ini Pertapa Gautama berguru kepada Alara Kalama dan dalam waktu singkat Pertapa Gautama sudah dapat menyamai kepandaian gurunya. Dari Alara Kalama Pertapa Gautama diajar cara-cara bermeditasi dan pengertian tentang Hukum Karma dan Tumimbal lahir. Karena merasa dengan kemampuan ini masih belum terjawab tentang sebab musabab dari kelahiran, lalu Pertapa Gautama pergi meninggalkan gurunya yang pertama.
3. Selanjutnya Pertapa Gautama berguru kepada Uddaka Ramaputta (pada zaman itu terkenal sebagai pertapa yang paling pandai). Dari Uddaka Ramaputta pertapa Gautama mendapat pelajaran tentang cara bermeditasi yang paling tinggi sehingga mencapai keadaan “ Bukan Pencerapanpun bukan pencerapan”. Dari pelajaran ini pertapa Gautama belum puas, sebab ia belum mendapat jawaban tentang bagaimana mengakhiri usia tua, sakit dan meninggal.
4. Pertapa Gautama kemudian pergi ke SENANIGAMA di URUVELA dan ditempat inilah ia bergabung dan bertapa dengan Lima Orang Pertapa lainnya (Kaondanna, Mahanama, Bhadiya, Vappa, Assaji)
5. Bersama lima orang pertapa ia berlatih dalam berbagai cara penyiksaan diri seperti: menjemur diri diterik matahari pada waktu siang hari dan berendam disungai dalam waktu yang sangat lama pada malam hari.
6. Kedua cara ini masih belum berhasil, maka pertapa Gautama melakukan latihan yang sangat keras lagi yaitu : merapatkan giginya dan menekan kuat-kuat langit-langit mulutnya sehingga keringat mengucur keluar dari ketiaknya. Demikian hebat sakit yang dideritanya sehingga dapat diumpamakan sebagai orang kuat yang gagah perkasa memegang seorang yang lemah tidak berdaya. Cara ini tidak berhasil .
7. Selanjutnya ia berpuasa dan tidak makan atau minum sampai batas waktu tidak ditentukan sehingga badannya kurus kering, namun tidak mendapatkan apa-apa.
8. Pertapa Gautama merubah cara bertapa dengan mulai makan dan minum, sehingga membuat badannya sedikit demi sedikit menjadi segar.
9. Atas bantuan seorang anak penggembala domba bernama NANDA, pertapa Gautama berhasil kembali bermeditasi dengan pikiran yang jernih.
10. Pertapa Gautama menjadi sadar bahwa cara bertapa yang dilakukan adalah salah setelah mendengar syair yang diucapkan oleh serombongan penari ronggeng. Bunyi syair tersebut adalah :
“ Kalau tali gitar ditarik terlalu keras, talinya putus. Kalau ditarik terlalu kendor maka suaranya akan lenyap. Oleh karena itu tidak boleh terlalu keras dan tidak terlalu kendor”.
MENCAPAI KESEMPURNAAN
1. Pertapa Gotama meneruskan perjalanannya dan pada sore hari tiba di GAYA. Ia memilih tempat untuk bermeditasi dibawah pohon Bodhi (Ficus Religiosa), kemudian mempersiapkan tempat duduk disebelah Timur pohon tersebut dengan beralaskan rumput kering pemberian seorang pemuda tukang rumput bernama SOTTHIYA.
2. Ditempat inilah Pertapa Gotama bermeditasi dengan menggunakan obyek Anapanassati ( meditasi dengan menggunakan obyek keluar masuknya pernafasan).
3. Ketika bermeditasi Pertapa Gotama digoda oleh Mara (makhluk jahat) dan bala tentaranya, yang bermaksud menghalang-halangi Pertapa Gotama memperoleh penerangan Agung.
4. Pertapa Gotama berhasil mengalahkan mara dan bala tentaranya, dan pertapa Gotama berhasil mencapai PUBBENIVASANUSSATINANA (Kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan terang kelahirannya yang dahulu) hal ini terjadi pada waktu jaga pertama yaitu antara Pk. 18.00 – 22.00
5. Pada waktu jaga kedua, yaitu antara pk. 22.00 – 02.00, Pertapa Gotama memperoleh CUTUPAPATANANA (Kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan terang kematian dan tumimbal lahir makhluk-makhluk sesuai dengan karmanya). Kebijaksanaan ini juga disebut DIBBACAKKUNANA ( Kebijaksanaan mata Dewa)
6. Pada waktu jaga ketiga, yaitu anatara pk. 02.00 – 04.00, Pertapa Gotama memperoleh ASAVAKKHAYANANA (Kebijaksanaan dapat menyingkirkan secara menyeluruh semua kekotoran batin).
7. Dengan muka bercahaya terang, penuh kebahagiaan, Pertapa Gotama dengan suara lantang mengeluarkan pekik kemenangan, sbb :
“ Dengan sia-sia aku mencari pembuat rumah ini.
Berlari berputar-putar dalam lingkaran tumimbal lahir.
Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada habis-habisnya.
O, Pembuat Rumah, sekarang telah kuketahui.
Engkau tak akan dapat rumah lagi.
Semua atapmu telah kurobohkan.
Semua sendi-sendimu telah kubongkar.
Batinku sekarang mencapai keadaan Nibbana.
Dan berakhirlah semua nafsu-nafsu keinginan”.
8. Dikisahkan bahwa pada saat itu bumi tergetar karena gembira dan di udara sayup-sayup terdengar suara musik yang merdu, semua tempat penuh dengan kehadiran para Dewa.
9. Demikianlah Pangeran Siddharta yang lahir pada tahun 623 SM, Menikah pada usia 16 tahun, Meninggalakn istana pada usia 29 tahun, Bertapa selama 6 tahun dihutan URUVELA, Menjadi Buddha pada usia 35 tahun.