BRAHMA VIHARA (Empat Sifat Luhur)


Brahma vihara adalah sifat batin yang luhur atau mulia atau tempat berdiamnya makhluk Brahma (makhluk dewa yang telah mencapai kesucian batin). Sifat ini terdapat dalam diri manusia baik yang jahat maupun yang baik. Manusia menurut pandangan Buddhis terdapat 7 sifat terdiri dari :
·         2  sifat baik          (keyakinan dan kebijaksanaan)
·         4  sifat tidak baik ( serakah, kenafsuan, kebencian, mudah tersinggung)
·         1  sifat campuran dari 6 sifat diatas.

Perbuatan Baik
Perbuatan Buruk
1. Metta            : Cinta Kasih
1. Lobha               : Keserakahan
2. Karuna          : Belas kasihan
2. Dosa                 : Kebencian/Kemarahan
3. Mudita          : Perasaan Simpati
3. Moha                : Kebodohan
4. Upekkha        : Keseimbangan Batin
4. Irsia                 : Irihati

Moha tidak sama dengan Avijja (kegelapan batin). Moha adalah orang yang malas melakukan segala sesuatu, sedangkan Avijja adalah orang yang sudah mengerti berpura-pura tidak mengerti. Lobha dapat dihilangkan dengan mengembangkan Karuna, Dosa dapat dihilangkan dengan mengembangkan Metta, Moha dapat dihilangkan dengan mengembangkan Panna (Kebijaksanaan), Irsia dapat dihilangkan dengan mengembangkan Mudita. Bila  manusia memiliki sifat terikat pada apa yang disenangi, dan sifat menolak pada apa yang tidak disenangi dapat dihilangkan dengan mengembangkan Upekkha.
Sifat luhur ini hendaknya dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat menjadi manusia yang mulia baik dalam tingkah laku, pikiran dan ucapan. Keempat sifat luhur(baik) tersebut merupakan keadaan tanpa batas (appamana). Disebut demikian karena tidak ada yang merintangi atau yang membatasi semua makhluk termasuk dalam alam menyedihkan untuk mengembangkan sifat luhur tersebut.

A. METTA (CINTA KASIH)
Sifat luhur yang pertama adalah Metta (cinta kasih) yang universal (menyeluruh terhadap semua makhluk. Metta bukan berarti cinta kasih yang dilandasi oleh nafsu atau kecenderungan pribadi, karena kedua hal ini akan menimbulkan kesedihan. Metta dapat diumpamakan sebagai: “ seorang ibu yang melindungi anaknya yang tunggal, sekalipun mengorbankan kehidupannya, seharusnya seseorang yang memelihara cinta kasih yang tidak terbatas itu kepada semua makhluk “. Nasihat sang Buddha tersebut adalah perasaan cinta kasih yang tidak  didasarkan pada nafsu seorang ibu terhadap anaknya, melainkan keinginan yang murni untuk membahagiakan anaknya.
            Sifat yang baik dan mulia adalah corak yang khas dari metta. Orang yang melatih metta selalu gembira dalam memajukan kesejahteraan orang lain.  Pahala melaksanakan metta, al:
1.    Orang yang penuh metta akan tidur dengan tenang dan bahagia.
2.    Wajah berseri-seri.
3.    Tidur dengan nyenyak
4.    Dicintai banyak orang
5.    Disayang oleh makhluk lain (termasuk binatang)
6.    Kebal terhadap ilmu hitam (kecuali karma buruknya sedang berbuah)
7.    Akan dilindungi oleh para dewa
8.    Dengan mudah memusatkan pikirannya
9.    Meninggal dengan tenang
10. Dengan pancaran cinta kasih bila meninggal wajahnya berseri-seri.

Cara melatih metta adalah :
Pertama kali metta harus dilatih terhadap dirinya sendiri. Ketika melatih metta pikiran harus tenang, positif, bahagia. Setelah itu ia harus merenungkan agar hidup tenang, terbebas dari penderitaan, kesakitan, kegelisahan, ketakutan, dan seterusnya dengan pikiran tidak melekat dengan apa yang kita pikirkan. Hal ini harus dilatih sesering mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal. Sang Buddha bersabda : “ Ditengah-tengah orang yang membenci, hendaklah seseorang hidup bebas dari kebencian”. Sasaran utama mengembangkan metta adalah terhadap semua makhluk.
 
B. KARUNA (BELAS KASIHAN)
            Sifat luhur yang kedua adalah Karuna (belas kasihan), yang dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat menggetarkan hati ke arah rasa kasihan bila mengetahui orang lain sedang menderita, atau kehendak untuk meringankan penderitaan orang lain. Dalam Jataka diceritakan, Dimana Sutasoma sebagai seorang Bodhisatva telah mengorbankan dirinya demi menolong seekor macan betina kelaparan yang ingin memakan anak-anaknya sendiri yang masih kecil-kecil guna menghilangkan laparnya. Bodhisatva Sutasoma mencegah niat macan itu, dan sebagai gantinya ia memberikan tubuhnya sendiri untuk dimakan.
            Sesungguhnya, unsur kasih sayang-lah yang mendorong seseorang menolong orang lain dengan ketulusan hati. Orang yang memiliki kasih sayang yang murni tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk semua makhluk. Orang-orang yang pantas kita beri belas kasihan tidak hanya orang miskin saja tetapi juga orang yang kejam, pendendam, serakah, irihati, pemarah, serakah, mau menang sendiri, sakit, senang dan lain-lain. Sasaran utama mengembangkan karuna adalah terhadap makhluk yang sengsara dan menderita.

C. MUDITA (PERASAAN SIMPATI)
            Sifat luhur yang ketiga adalah Mudita (perasaan simpati), yaitu ikut senang melihat orang lain senang atau perasaan gembira atas keberhasilan orang lain. Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa sifat manusia yang menonjol adalah sifat irihati, karena untuk memberi ucapan selamat kepada orang yang berhasil tersebut kita tidak pernah melakukannya, jika ada jumlahnya sangat sedikit sekali.  Salah satu cara untuk menghilangkan perasaan irihati ini adalah mengembangkan mudita, karena mudita  dapat mencabut akar irihati yang merusak. Mudita juga dapat menolong orang lain mencapai kebahagiaan. Sasaran utama mengembangkan mudita adalah terhadap semua makhluk yang makmur dan sejahtera.

D. UPEKKHA (KESEIMBANGAN BATIN)
            Sifat luhur yang keempt adalah Upekkha (keseimbangan batin). Keseimbangan batin penting sekali terutama bagi umat awam yang hidup dalam dunia yang kacau balau, ditengah gelombang keadaan yang naik turun tidak menentu ini. Sang Buddha bersabda : “ Orang bijaksana tidak menunjukkan rasa gembira maupun kecewa dengan pujian dan celaan. Mereka tetap teguh bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan oleh badai”. Demikianlah mereka melatih keseimbangan batin.
Contoh Cerita : Pada suatu ketika Sang Buddha diundang oleh seorang Brahmana untuk bersantap dirumahnya, oleh karena diundang, maka Sang Buddha datang ke rumah Brahmana tersebut, tetapi ia bukannya menjamu Sang Buddha, melainkan malah mencerca Sang Buddha dengan kata-kata yang sangat kotor. Sang Buddha dikatakan seperti babi jalang, anjing, buaya, bangsat, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha tidak sedikitpun merasa terkejut, marah, membantah, dan sang Buddha sama sekali tidak dendam.
Dengan sopan Sang Buddha bertanya kepada Brahmana, pernahkan ada orang-orang datang kerumahmu ?