ETIKA PERGAULAN BUDDHIS

Pada dasarnya manusia adalah makluk sosial, saling bergantung satu sama lain. Selama paling kurang sepuluh tahun pertama dalam kehidupan kita, kita sangat tergantung pada orang tua kita, dan pada usia tua mereka akan berbalik tergantung pada kita. Kita bergantung pada guru-guru dalam hal pendidikan, pula dalam menyiapkan masa depan kita, sebaliknya mereka mungkin menggantungkan nafkahnya dengan membagi ilmu dan pengalamannya pada kita. Kita memiliki kawan-kawan dan dimiliki oleh kawan-kawan. Kita menjual keahlian kita pada para majikan yang usahanya tergantung pada kita sebagai para pekerjanya. Sebagian besar manusia akan kawin dan dengan pasangannya, mereka akan saling kasih mengasihi secara emosional dan seksual.
Bahkan para rohaniawan sekalipun yang telah meninggalkan keduniawian untuk mencari kebenaran sejati, juga tetap tergantung pada orang lain untuk pemenuhan kebutuhan utamanya, yang kemudian pada gilirannya akan diminta petunjuknya dalam hal-hal spiritual. Jadi jelas jalinan diantara manusia satu sama lainnya dan interaksi diantara mereka inilah, yang kita sebut sebagai masyarakat. Karena disebabkan dari keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin inilah, masyarakat disekeliling kita sering diwarnai oleh kesemenaan dan kekerasan; sekelompok orang dengan posisi politik dan ekonomi yang kuat dapat menindas secara tidak adil pada kelompok yang lain. Kelompok yang merasa tidak beruntung akan merasa dendam pada mereka yang mengekploitasi mereka, dengan akibat timbulnya pengelompokan sosial, perang saudara, dan kejahatan-kejahatan lainnya. Lalu pada akhirnya pola keserakahan, kebencian dan kegelapan batin ini akan mengembangkan keserakahan, kebencian dan kegelapan baru lainnya. Buddha menyadari bahwa tatanan masyarakat yang adil dan seimbang akan memberikan kesempatan yang maksimal pada manusia untuk mencapai kebahagiaan dan pula kesempatan untuk mengembangkan kehidupan spiritual. Beliau juga menunjukkan bahwa bila kita mencita-citakan masyarakat yang aman yang ideal, maka etika harus dikembangkan dalam hubungan antar manusia sama pentingnya dengan pengembangan etika dan perilaku perorangan. Tatanan masyarakat yang adil dan makmur akan terwujud jika kita mulai memperlakukan sesama kita dengan cinta kasih, adil dan seimbang. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa etika pergaulan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang buddhis. Buddha mengatakan : “Asevana ca balanam Panditanan ca sevana puja ca pujaniyanam Etammangalamuttamam” Yang berarti ; “Jangan bergaul dengan orang yang tak bijaksana, bergaullah dengan mereka yang bijaksana, menghormat mereka yang patut dihormati, itulah berkah yang Mulia.” Didalam Buddhisme mengenal Tiga macam tipe sahabat – yaitu sahabat yang tidak baik, sahabat baik dan sahabat spiritual. ~Sahabat yang tidak baik (Papa Mitta) adalah tipe sahabat yang menyukai kita, bukan karena siapa kita, tapi karena apa yang dapat diperolehnya dari kita. Mungkin juga mereka menyukai kita, atau setidaknya berpura-pura menyukai kita, karena mengharapkan kita berada dipihaknya bila dia melaksanakan suatu tindakan yang salah atau berbahaya. Tentu saja, tidak semua sahabat adalah tidak baik dalam arti menjerumuskan atau memanfaatkan diri kita. Banyak sahabat dalam pergaulan sehari-hari, yang mempunyai sifat dan kehendak yang tidak khusus, dan kita juga cenderung sama seperti mereka, puas dengan gaya persahabatannya yang rata-rata dan kita pun puas dengan gaya persahabatannya kita yang rata-rata pula. Sahabat-sahabat yang seperti ini dapat tetap menyenangkan dalam waktu yang lama, tapi mereka tidak akan memberi tantangan bagi kita untuk berubah dan menjadi bijaksana. Ada empat tipe manusia yang seharusnya dikenal sebagai sahabat yang kurang baik sebagai teman ; “Orang yang serakah, Orang yang banyak bicara tapi tak melaksanakannya, Penyanjung dan Pemboros. Si Serakah adalah sahabat yang kurang baik sebagai teman”, karena empat alasan ; dia serakah, dia memberi sedikit tetapi meminta banyak, dia hanya melakukan hanya bila terpaksa demi pamrih tertentu, dia hanya mengejar kepentingannya sendiri. Dia yang berbicara banyak tapi tak melaksanakannya juga ada empat alasan ; “dia mengingatkan engkau kebaikannya dimasa lalu yang dilakukan atas namamu, dia mengatakan kebaikan yang akan dibuatnya atas namamu dimasa yang akan mendatang, dia mencoba mengalahkan kebaikanmu atas ucapan yang tak berdasar, bila ada kesempatan untuk menolong dia berdalih seakan dia tak bisa menolong. Si Penyanjung adalah juga sahabat yang kurang baik sebagai teman. Juga karena empat alasan ; “dia membiarkan engkau bersalah, dia tak menganjurkan berbuat baik, dia memuji didepanmu, tapi mencela dibelakangmu. Si Pemboros adalah sahabat yang kurang baik sebagai teman juga karena empat alasan ; “dia menemanimu-ketika engkau minum mabuk-mabukan, ketika engkau menelusuri jalan dalam waktu-waktu yang salah, ketika engkau mengunjungi tempat-tempat hiburan atau pertunjukkan yang tak senonoh dan ketika engkau berjudi. Empat Macam sahabat ini sebenarnya adalah Sahabat yang kurang baik. Dan bagi orang bijaksana, dengan pengertian ini, akan menghindari mereka dari kejauhan, sebab mereka merupakan Jalan yang salah. Sahabat yang baik (Punna Mitta) atau seperti yang Buddha sebutkan sebagai sahabat yang berhati baik (Suhada Mitta) adalah tipe sahabat yang diinginkan semua orang – dapat dipercaya, bermurah hati, berkepentingan atau berminat yang sama dengan kita, dan memperhatikan kesejahteraan kita. Buddha menjelaskan, cara yang baik untuk mendapatkan sahabat yang baik ialah dengan berusaha menjadi sahabat yang baik terlebih dahulu pada yang lainnya. Demikian juga bagi cewek/cowok harus bisa mencari seorang sahabat yang baik dalam suatu pergaulan. Tapi bagi sorang cewek menurut para psycolog lebih sulit dalam berperan dalam masyarakat. Begitu banyak pesan yang harus dipahami dan dimengerti, awas pemerkosaan lah, pelecehan seksual lah, atau tindakan kriminal lah. Belum lagi kalau salah pakai baju lah. Bahkan karena sering dianggap lemah dan mesti dilindungi, sering kali cewek hanya pantas dijadikan korban para laki-laki. Kalau melihat kondisi seperti itu, wah betapa tidak enaknya jadi seorang cewek. Tapi banyak cewek yang bilang; “ kan kita sebagai seorang cewek harus punya sifat yang lemah gemulai, mau menerima apa adanya, dan ngga boleh membantah. Sementara saudara gue yang cowok harus berani, tegas dan bisa ngatur.” Karena ngga semua cowok yang bisa ngatur, maka cowok yang lembut biasanya dicap sebagai BANCI. Sedangkan jika cewek yang lebih berani dan tegas akan dicap sebagai TOMBOI. Tentu hal ini ngga enak dan malah memberi sebuah tekanan bagi cowok/cewek. tetapi didalam Buddhisme ada limacara, seorang hendaknya memperlakukan para sahabatnya sebagai kutub utara. Dia harus bermurah hati kepadanya, berbicara baik kepadanya, memperhatikan kesejahteraannya, memperlakukannya seperti memperlakukan diri sendiri, dan dia hendaknya menepati kata-katanya. Dengan lima cara pula seorang sahabat harus membalas memperlakukan sahabatnya sebagai kutub utara. Dengan melindunginya ketika dia tidak waspada, dengan melindungi miliknya ketika dia tidak waspada, menghiburnya ketika dia dalam ketakutan, dan menyertainya ketika dia dalam kesulitan, dan juga turut menjaga anak-anaknya. Dengan cara ini kutub utara diperlakukan, akan membawa kedamaian, dan bebas dari rasa takut. Namun, tipe sahabat yang terbaik adalah sahabat spiritual (Kalyana Mitta). Istilah “Kalyana” secara harafiahnya berarti Indah, dan mengacu pada kenyataan bahwa seorang sahabat spiritual memiliki nilai-nilai religius dalam Buddhisme – seperti; - Cinta Kasih (Metta), dapat dipercaya, pengertian, tak terikat, murah hati dan damai dalam hatinya. Jika seorang sahabat dapat menuntun kita kearah kebaikan-kebaikan, maka seorang sahabat spiritual akan menuntun langsung secara intrinsik untuk menemukan kebaikan. Oleh karena itu menurut Buddha, sahabat spiritual adalah salah satu fasilitator untuk menempuh Jalan. Tujuan hidup utama bagi seorang sahabat spiritual adalah menjalani Jalan Berjalur Delapan serta untuk membantu setiap orang yang bertujuan sama. Bila persahabatan biasa diantara sahabat baik hanya bercirikan daya tarik badaniah atau fisik, keinginan-disertai dan kepentingan bersama; maka persahabatan diantara sahabat spiritual bercirikan keterbukaan, kepercayaan dan kejujuran. Diantara sahabat spiritual hendaknya dapat didiskusikan kekurangan masing-masing tanpa kekhawatiran akan timbulnya perselisihan atau kesalah pahaman. Mereka hendaknya tetap bersahabat walau diwarnai pertentangan paham. Mereka hendaknya merasakan bahwa mereka dapat menyingkap pikiran-pikiran dan keinginan mereka yang paling mendalam satu sama lainnya. Dan tentunya, sahabat spiritual hendaknya dapat mendengarkan dengan baik dan mempertimbangkan sepenuhnya saran-saran diantara mereka. Pernyataan Dhamma harus dipahami oleh para bijaksana demi dirinya sendiri “tidaklah berarti kita menyendiri. Sahabat spiritual adalah sekadar sekutu dalam Jalan – dia dapat menunjukkan pelaksanaan Buddha Dhamma secara pribadi sesuai harkat manusia. Dari sudut pandang pengajaran dan penyebarluasan dhamma, hubungan sosial yang sangat penting adalah hubungan antara Umat Awam dengan para Sangha Bhikkhu dan Sangha Bhikkhuni. Umat berdana kebutuhan utama para bhikkhu – bhikkhuni, yang memungkinkan mereka menggunakan waktunya untuk belajar, menerapkan dan mengajar dhamma. Sebaliknya, para bhikkhu mengajarkan dhamma, memberi wejangan dalam masalah etika dan memberi dukungan spiritual sewaktu umat dalam masa krisis. Rasa saling hormat dan mendukung adalah jiwa dari sebuah hubungan antara Umat Awam dan para Bhikkhu dan Bhikkhuni. Disinilah akan terbentuk suatu kemanunggalan diantara para Bhikkhu – Bhikkhuni dengan Umat Awam dan akan tercipta sebuah keharmonisan diantara mereka dalam jangka waktu yang lama. Seperti Buddha katakan : “Yang berumah dan yang telah meninggalkan rumah, dengan saling tergantung satu sama lain, Datang untuk menjalankan Dhamma dengan baik, kebebasan Mutlak akan tercapai.” Seperti hubungan yang lain, hubungan ini juga didasari dengan rasa cinta kasih. Tapi lebih jauh lagi, kebajikan dan kasih sayang, memberi dan menerima (take and give), akan menyebabkan suatu ikatan yang serasi antara Umat awam dan para Bhikkhu-Bhikkhuni yang kemudian berbuah kebijaksanaan dan kekuatan positif dalam masyarakat. Dengan lima cara, seorang hendaknya memperlakukan para pertapa dan kaum Brahmin sebagai arah zenith (atas). Dia hendaknya bersikap baik dalam berbicara, bersikap baik dalam berpikir tentang mereka, membuka rumah bagi mereka dan berdana kebutuhan utama/pokok bagi mereka. Dengan enam cara, para pertapa dan kaum Brahmin hendaknya membalas memperlakkukan orang itu. Mereka menghindarkan mereka dari perbuatan jahat, menganjurkan mereka berbuat baik, memperlihatkan kebajikan dan kasih sayang kepada mereka, mengajarkan hal-hal yang belum didengarnya, mengoreksi dan memperjelas hal-hal yang sudah didengarnya dan menunjukkan mereka Jalan menuju kesurga. Demikianlah apa yang bisa bhante sampaikan semoga kalian semua dapat mengerti akan Etika pergaulan yang benar menurut perspektif buddhisme secara benar, dan kita akan lebih berhati-hati untuk menentukan seorang sahabat agar kita tidak menyesal dikemudian hari.