Pangeran
Siddharta adalah putra tunggal Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya Dewi. Ratu
Mahamaya meninggal dunia ketika anaknya berusia
1 minggu atau 7 hari, lalu
Pangeran Siddharta diasuh dan dibesarkan oleh bibinya yang bernama Pajapati
Gotami. Sekalipun Pangeran Siddharta merupakan putra tunggal, ia tidak sombong
dan tidak tinggi hati, Ia adalah anak yang
sangat baik dan selalu berendah hati kepada siapa saja. Pangeran Siddharta
sejak kecil memiliki cinta kasih dan belas kasihan yang tinggi terhadap semua
makhluk. Contohnya : P. Siddharta
menolong burung belibis yang dipanah oleh Dewadatta, setelah diobati burung
tersebut dilepas kembali.
P.
Siddharta memiliki tekad yang kuat untuk membebaskan semua makhluk dari
penderitaan. Cara membebaskan makhluk dari penderitaan dengan melaksanakan
delapan jalan utana (jalan tengah). Untuk menjadi Buddha P. Siddharta tidak
mendapat ijin dari ayahnya, karena beliau menginginkan anaknya menjadi Raja. Karena
tidak diijinkan menjadi Buddha, lalu P. Siddharta memohon 8 anugerah terhadap
ayahnya.
Bila
8 anugerah tersebut dapat dipenuhi oleh ayahnya, maka P. Siddharta tidak
menjadi Buddha, tetapi bila tidak terpenuhi maka P. Siddharta akan menjadi
Buddha.
Delapan
anugerah tersebut antara lain :
- Anugerah supaya tidak menjadi tua
- Anugerah supaya tidak sakit
- Anugerah supaya tida meninggal dunia
- Anugerah supaya ayah agar tetap bersamaku
- Anugerah supaya semua wanita yang ada di istana tetap hidup
- Anugerah supaya kerajaan tidak berubah
- Anugerah supaya mereka yang pernah hadir pada pesta kelahiranku dapat memadamkan tanha
- Anugerah supaya aku dapat mengakhiri kelahiran, usia tua, dan kematian.
Tanha
artinya nafsu keinginan. Mendengar pernyataan tersebut Raja Suddhodana kaget
dan kecewa. Akhirnya dengan tekat yang bulat P. Siddharta meninggalkan Istana
ketika seisi istana sedang tertidur pulas. P. Siddharta meninggalkan istana
ketika berusia 29 tahun pada taggal 15 purnama dibulan Asadha.
A. KEJADIAN
DI SUNGAI ANOMA
P.
Siddharta meninggalkan istana pada malam
hari. Ketika meninggalkan istana mengajak Channa (kusirnya) dan menunggang kuda
kesayangannya (Kantaka). Tiba ditepi sungai Anoma pada pagi harinya, lalu P.
Siddharta melepaskan semua mahkota dari badannya dan memberikannya kepada
Channa untuk diserahkan kepada Ayahnya di Istana. P. Siddharta mencukur
rambutnya dan melepas pakaiannya untuk diganti dengan jubah. Jubah yang dipakai
P. Siddharta pemberian Brahmana Ghatikara
P.
Siddharta menyuruh pulang Channa bersama Kantaka, namun kantaka tidak mau dan
P. Siddharta mengelus punggungnya lalu ia mau kembali ke istana dengan perasaan
sedih. Siddharta melempar mangkuk sebagai perumpamaan, jika mangkuk yang
dilempar melawan arus maka usahanya akan berhasil, tetapi jika mangkuk searah
dengan arus maka usahanya tidak berhasil, dan ternyata mangkuk melawan arus. P.
Siddharta menyeberangi sungai Anoma hanya dengan 2 langkah kaki saja. Sesampai
diseberang sungai P. Siddharta berjalan menuju kebun mangga milik Raja
Bimbisara.
B. BERTAPA
DI HUTAN URUVELA
Setelah
dari sungai Anoma, P. Siddharta menuju kebun mangga milik Raja Bimbisara di Anupiya, Rajagaha. Pertapa Gotama berdiam
selama 7 hari di kebun mangga tersebut, dan selanjutnya menuju hutan uruvela. Selama
di Rajagaha, Pertapa Gotama mengumpulkan makanan dari penduduk dengan cara
berpindapata dengan menggunakan mangkuk (bowl/patta). Pindapata artinya
memasukkan makanan kedalam mangkuk.
Melihat
ada seorang pertapa yang sangan tampan, Raja menemuinya dan bertanya dari mana
asal usulnya, dan mengapa menjadi pertapa. Setelah mengetahu asal usulnya Raja
membujuk Sang Pertapa agar mau membatalkan niatnya dengan menjadi umat biasa
lagi. Pertapa Gotama tidak mau, lalu Raja membujuk akan menghadiahkan setengah
dari hartanya. Pertapa Gotama menolak dengan mengatakan : “ aku akan tetap
melanjutkan rencanaku yaitu mencari obat untuk mengatasi usia tua, sakit dan
meninggal. Pertapa Gotama mendapatkan 8 kebutuhan para bhikkhu dari Brahmana
Ghatikara, terdiri dari :
- Jubah luar o Mangkuk
- Jubah dalam o Saringan air
- Kain bawah o Psau cukur
- Ikat pinggang o Jarun dan benang
C. GURU
YANG DITEMUI PERTAPA GOTAMA SELAMA BERTAPA
Dari
Rajagaha Pertapa Gotama, meneruskan perjalanannya dan tiba didekat tempat
pertapaan Alara Kalama. Ditempat ini
Pertapa Gotama berguru kepada Alara Kalama dan dalam waktu singkat sudah
dapat meyamai kepandaian gurunya. Alara Kalama sebagai guru yang pertama
mengajarkan tentang cara bermeditasi dan pengertian
tentang Hukum Karma dan Kelahiran Kembali. Merasa bahwa dengan pengetahuan
yang didapat masih belum terjawab tentang sebab kelahiran dan cara mengatasi
usia tua, sakit dan kematian, maka Pertapa Gotama meninggalkan gurunya yang
pertama.
Pertapa
Gotama kemudian berguru kepada Uddaka Ramaputta. Uddaka Ramaputta adalah guru
kedua dan merupakan seorang pertapa terpandai pada saat itu. Guru keduanya
mengajarkan tentang cara bermeditasi
yang paling tinggi hingga mencapai “Arahat”. Dalam waktu singkat Pertapa Gotama mampu memahami pelajaran yang
diberikan, lalu gurunya meminta untuk tetap berdiam di tempat untuk membina murid-muridnya yang banyak
sekali. Tetapi, Pertapa Gotama masih belum puas, sebab ia masih belum
mendapatkan jawaban.
D. CARA
BERTAPA PERTAPA GOTAMA BERSAMA LIMA PERTAPA
Pertapa Gotama kemudian pergi ke SENANIGAMA
di hutan Uruvela, dan kemudian Pertapa Gotama bersama lima pertapa berlatih
dalam berbagai cara penyiksaan diri. Lima pertapa tersebut terdiri dari
Kondanna, Mahanama, Bhadiya, Vappa, Assaji. Lima orang pertapa ini selanjutnya
dikenal dengan nama Pancavagiya bhikkhu.
Mereka melakukan pertapaan yang keras antara lain :
·
Mereka melatih diri dengan cara menjemur diri
di terik matahari ketika siang hari dan merendam tubuh di sungai dalam waktu
yang sangat lama sekali di malam hari.
·
Mereka merapatkan giginya dan menekan
kuat-kuat langit-langit mulutnya hingga keringat mengucur keluar dari ketiaknya
dan demikian hebat sakit yang dideritanya.
·
Ia menahan nafas sedikit demi sedikit hingga
nafasnya tidak lagi keluar melalui mulut, tetapi dengan mengeluarkan suara
mendesis yang mengerikan melalui lubang telinga.
Dengan sakit yang demikian hebat
yang dideritanya, ia berusaha agar batinnya jangan melekat, selalu waspada,
tenang, teguh dan ulet dalam usahanya. Cara yang dilakukan tidak berhasil
membawa kepembebasan lalu ia mencoba cara yang lain yaitu :
·
Ia berusaha untuk tidak makan sampai
kesehatannya memburuk, badannya kurus sekali. Kalau perutnya ditekan maka
tulang punggungnya dapat dipegang. Ia merupakan tengkorak hidup dengan tulang
dilapisi kulit dan dagingnya sudah tidak ada lagi. Warna kulitnya berubah
menjadi hitam dan rambutnya banyak yang rontok, kalau berdiri tidak bisa diam
karena gemetaran.
E. PERTOLONGAN
ANAK GEMBALA
Setelah
melakukan berbagai macam cara bertapa yang ekstrim, lalu Pertapa Gotama berhenti
berpuasa. Setelah mandi di sungai dan ingin kembali ke tempatnya bertapa,
Pertapa Gotama terjatuh dan pingsan di tepi sungai. Waktu sadarkan diri ia
sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Pada waktu itu lewat anak seorang
penggembala domba bernama Nanda yang melihatnya sedang tergeletak ditepi
sungai. Dengan cepat ia memberikan susu domba, sehingga dengan perlahan-lahan
tenaga Pertapa Gotama pulih kembali dan ia dapat melanjutkan perjalanannya
ketempatnya bertapa.
Sejak hari itu Pertapa Gotama diberi
makan air tajin(beras dimasak sangat encer) untuk mengembalikan kekuatan atau
kesehatannya. Didekat Pertapa Gotama tinggallah seorang perempuan bernama
SUJATA. Sujata berada disitu dengan tujuan membayar kaul kepada Dewa pohon
karena permohonan supaya diberi anak laki-laki terkabul. Ia sangat terkejut
waktu diberi tahu pelayannya bahwa Dewa pohon itu telah dating dari kayangan
untuk menerima langsung persembahannya. Sujata sangat gembira, padahal yang
dimaksud Dewa pohon adalah Pertapa Gotama yang sedang bermeditasi.
F. PENCAPAIAN PENERANGAN AGUNG
lima mimpi besar bagi seorang Bodhisatva yang
akan menjadi Buddha. Mimpi besar itu adalah :
a. Mimpi Pertama
Ia bermimpibahwa bumi yang besar ini
adalahtempat tidunya yang besar, Himalaya(Raja gunung) adalah bantalnya, tangan
kirinya beristirahat dilaut timur, tangan kanannya di laut barat, kedua kakinya
dilaut selatan.
b. Mimpi Kedua
Ia bermimpi bahwa dari pusarnya muncul
sejenis rumput yang disebut tiriya, yang terus tumbuh sampai akhirnya menyentuh
awan.
c. Mimpi Ketiga
Ia bermimpi tentang cacing-cacing putih
berkepala hitam yang merayap di kaki-kakinya sampai kelutut menutupi kaki itu.
d. Mimpi Keempat
Ia bermimpi bahwa empat burung dengan
warna yang berbeda-beda dating dari empat penjuru, jatuh dikakinya dan semuanya
berubah menjadi putih.
e. Mimpi Kelima
Ia bermimpi mendaki gunung kotoran yang
besar tanpa dikotori oleh kotoran itu
Ketika
Pertapa Gotama meneruskan perjalanan ke hutan Gaya, Pertapa Gotama bermeditasi
dibawah pohon Bodhi untuk bermeditasi. Pertapa Gotama mempersiapkan tempat
duduk disebelah timur pohon, lalu ia
menerima rumput kering pemberian tukang rumput bernama Sotthiya. Ditempat itu
Pertapa Gotama duduk menghadap kearah
timur dengan tekad yang bulat. Pertapa Gotama bertekad untuk tidak bangun dari
tempatnya duduk sebelum memperoleh penerangan sempurna atau Nibbana meskipun
kulitku, urat-uratku dan tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap.
Pertapa
Gotama melakukan meditasi Anapanassati (memperhatikan keluar masuknya nafas). Banyak
hal-hal yang tidak baik muncul dan mengganggu batinnya, Mara berusaha
menghalang-halangi usahanya. Berbagai usaha untuk melawan mara dilakukan dan
ternyata berhasil. Setelah mengalahkanmara ia memperoleh kebijaksanaan untuk
dapat melihat dengan jelas kelahiran yang dulu. Hal ini terjadi pada waktu jaga
pertama yaitu antara pukul 18.00 – 22.00. Pada jaga kedua antara pukul 22.00 - 02.00
ia memperoleh kebijaksanaan untuk melihat kelahiran dan kematian para makhluk
sesuai dengan karmanya. Kebijaksanaan ini juga disebut Dibbacakkhu (mata Dewa).
Pada waktu jaga ketiga antara pukul 02.00 - 04.00 pagi, Pertapa Gotama
memperoleh kebijaksanaan yang dapat menyingkirkan semua kekotoran batin.
Setelah
bebijaksanaan tersebut didapat lalu Pertapa Gotama mencapai Penerangan sempurna
atau menjadi Buddha tepat pada tanggal 15 purnama di bulan Waisak ketika
berusia 35 tahun. Usaha tersebut diatas dilakukan Pertapa Gotama selama 6
tahun.